Bunyi alarm telepon genggam telah membangunkan saya. Hari masih amat pagi. Matahari pun belum muncul. Pukul 03.00 pagi. Dengan terhuyung, saya menuju kamar kecil untuk cuci muka. Setelah itu bergegas menuju bus sekolah yang telah menunggu. Pagi ini saya, dan Pak Toto, guru fisika di SMA Dwiwarna Boarding School, akan berangkat menuju Bandara Soekarno Hatta bersama tiga orang siswa untuk mengikuti Olimpiade Sains tingkat Nasional ke-9 di Medan Sumatra Utara.
Dalam OSN yang berlangsung 1-7 Agustus 2010 ini, SMA Dwiwarna meloloskan tiga orang wakilnya. Mereka adalah Farah Amalia Yusmawan (Ekonomi), Ratika Benita Nareswari (Astronomi), dan Revyan Magistra Yudhistira (Biologi). Ketiganya sekaligus menjadikan SMA Dwiwarna sebagai satu-satunya sekolah dari Kabupaten Bogor yang ambil bagian dalam OSN kali ini. Hal serupa juga terjadi pada SMAN 1 Bogor yang menjadi satu-satunya sekolah dari Kota Bogor, juga diwakili oleh tiga siswa.
Bus sekolah menembus jalan gelap yang menghubungkan Parung dengan Serpong menuju Bandara Soekarno-Hatta. Setibanya di bandara, rombongan Jawa Barat telah berkumpul menunggu peserta OSN lainnya yang belum hadir. Kami menitipkan ketiga siswa kepada perwakilan dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Mereka akan memimpin rombongan peserta OSN Provinsi Jawa Barat menuju Medan dengan menggunakan pesawat Lion Air. Sedangkan saya dan Pak Toto akan menggunakan maskapai penerbangan yang terpisah karena guru pendamping memang tidak mendapatkan fasilitas penerbagangan gratis dari Pemprov Jabar.
Pesawat kami mendarat di Bandara Polonia Medan pada pukul 09.05, sekitar lima belas menit lebih awal dari pada rombongan Jawa Barat. Masalah kemudian muncul begitu bagasi rombongan Jabar tak kunjung datang. Seluruh penumpang Lion Air nomor penerbangan 300 saat itu, termasuk ketiga siswa saya, “kehilangan” bagasinya, entak untuk berapa lama. Suasana Bandara Polonia Medan yang ternyata tak seberapa luasnya sempat gaduh. Untungnya sebagian besar penumpang adalah siswa peserta OSN adalah sehingga mereka menahan diri dari kepanikan berlebihan. Sebagian dari mereka pun mulai membuka bukunya untuk kembali belajar sambil menunggu kabar barang bawaannya yang raib sementara. Pemimpin rombongan pun tak sanggup berbuat banyak di tengah kondisi yang tak pasti tersebut.
Setelah menunggu selama empat setengah jam, akhirnya sebagian bagasi rombongan Jawa Barat datang. Alhamdulillah bagasi ketiga siswa kami bisa ditemukan. Namun sebagian lainnya sepertinya masih harus bersabar. Demi menjaga kondisi fisik siswa kami, kami mohon izin kepada pemimpin rombongan untuk bisa mengantar siswa kami ke hotel lebih dahulu dan meninggalkan rombongan yang masih harus menunggu entah sampai kapan. Pak Toto mengantarkan Farah dan Ratika ke Hotel Garuda Plaza, tempat peserta OSN tingkat SMA bidang Astronomi dan Ekonomi menginap. Sementara saya mengantarkan Revyan ke Hotel Grand Antares, tempat menginapnya peserta bidang Biologi dan Kimia. Sebelum memasuki kamarnya, siswa terlebih dahulu melakukan registrasi untuk mendapatkan kartu peserta, buku panduan, tas, dan perlengkapan lainnya.
Terkait dengan masalah di bandara, saya pribadi sangat menyesalkan kejadian ini. Di sisi lain, terbatasnya fasilitas Bandara Polonia Medan membuat citra yang kurang baik bagi para peserta OSN maupun para wisatawan. Semoga bandara pengganti Polonia dapat segera dibuat. Namun, elok kiranya untuk merapikan kembali Bandara Polonia sambil menunggu bandara baru selesai dibangun.